Etika dan Kepribadian

PENGERTIAN ETIKA
Etika (Yunani kuno "ethikos", berarti "timbul dari kebiasaan") adalah sebuah sesuatu dimana dan bagaimana cabang utama filsafat yang mempelajari nilai atau kualitas yang menjadi studi mengenai standar dan penilaian moral. Etika mencakup analisis dan penerapan konsep seperti benar, salah, baik, buruk, dan tanggung jawab. Etika terbagi menjadi tiga bagian utama, yaitu :
  1. Meta-etika (studi konsep etika).
  2. Etika normatif (studi penentuan nilai etika).
  3. Etika terapan (studi penggunaan nilai-nilai etika).

Menurut para ahli maka etika tidak lain adalah aturan prilaku, adat kebiasaan manusia dalam pergaulan antara sesamanya dan menegaskan mana yang benar dan mana yang buruk.
  1. Drs. O.P. Simorangkir. Etika atau etik sebagai pandangan manusia dalam berprilaku menurut ukuran dan nilai yang baik.
  2. Drs. Sidi Gajalba dalam sistematika filsafat. Etika adalah teori tentang tingkah laku perbuatan manusia dipandang dari segi baik dan buruk, sejauh yang dapat ditentukan oleh akal.
  3. Drs. H. Burhanudin Salam. Etika adalah cabang filsafat yang berbicara mengenai nilai dan norma moral yang menentukan prilaku manusia dalam hidupnya.
  4. DR. James J. Spillane SJ. Etika ialah mempertimbangkan atau memperhatikan tingkah laku manusia dalam mengambil suatu keputusan yang berkaitan dengan moral. Etika lebih mengarah pada penggunaan akal budi manusia dengan objektivitas untuk menentukan benar atau salahnya serta tingkah laku seseorang kepada orang lain.
  5. Prof. DR. Franz Magnis Suseno. Etika merupakan suatu ilmu yang memberikan arahan, acuan dan pijakan kepada tindakan manusia.
  6. Soergarda Poerbakawatja. Etika merupakan sebuah filsafat berkaitan dengan nilai-nilai, tentang baik dan buruknya tindakan dan kesusilaan.
  7. H. A. Mustafa. Mengungkapkan etika sebagai ilmu yang menyelidiki terhadap perilaku mana yang baik dan yang buruk dan juga dengan memperhatikan perbuatan manusia sejauh apa yang telah diketahui oleh akal pikiran.
  8. W.J.S. Poerwadarminto. Menjelaskan etika sebagai ilmu pengetahuan mengenai asas-asas atau dasar-dasar moral dan akhlak.
  9. K. Bertens. Etika merupakan nilai dan norma moral yang menjadi acuan bagi manusia secara individu maupun kelompok dalam mengatur segala tingkah lakunya.
  10. Ahmad Amin. Mengemukakan bahwa etika merupakan suatu ilmu yang menjelaskan tentang arti baik dan buruk serta apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia, juga menyatakan sebuah tujuan yang harus dicapai manusia dalam perbuatannya dan menunjukkan arah untuk melakukan apa yang seharusnya didilakukan oleh manusia.
  11. Hamzah Yakub. Etika merupakan ilmu yang menyelidiki suatu perbuatan mana yang baik dan buruk serta memperlihatkan amal perbuatan manusia sejauh yang dapat diketahui oleh akal pikiran.
  12. Aristoteles. Mengemukakan etika kedalam dua pengertian yakni: Terminius Technicus & Manner and Custom. Terminius Technicus ialah etika dipelajari sebagai ilmu pengetahuan yang mempelajari suatu problema tindakan atau perbuatan manusia. Sedangkan yang kedua yaitu,  manner and custom ialah suatu pembahasan etika yang terkait dengan tata cara & adat kebiasaan yang melekat dalam kodrat manusia (in herent in human nature) yang sangat terikat dengan arti “baik & buruk” suatu perilaku, tingkah laku atau perbuatan manusia.
  13. Maryani dan Ludigdo. Mengemukakan etika sebagai seperangkat norma, aturan atau pedoman yang mengatur segala perilaku manusia, baik yang harus dilakukan dan yang harus ditinggalkan yang dianut oleh sekelompok masyarakat atau segolongan masyarakat.
  14. Martin. Mengemukakan bahwa etika ialah suatu disiplin ilmu yang berperan sebagai acuan atau pedoman untuk mengontrol tingkah laku atau perilaku manusia.
  15. Menurut KBBI. Etika ialah ilmu tentang baik dan buruknya perilaku, hak dan kewajiban moral; sekumpulan asa atau nila-nilai yang berkaitan dengan akhlak; nilai mengenai benar atau salahnya perbuatan atau perilaku yang dianut masyarakat.

Pengertian etika secara umum adalah Ilmu yang membahas perbuatan baik dan perbuatan buruk manusia sejauh yang dapat dipahami oleh pikiran manusia. Dan etika profesi terdapat suatu kesadaran yang kuat untuk mengindahkan etika profesi pada saat mereka ingin memberikan jasa keahlian profesi kepada masyarakat yang memerlukan. Etika adalah suatu sikap dan perilaku yang menunjukkan kesediaan dan kesanggupan seseorang secara sadar untuk mentaati ketentuan dan norma kehidupan yang berlaku dalam suatu kelompok masyarakat atau suatu organisasi.


MORALITAS
Moral (Bahasa Latin Moralitas) adalah istilah manusia menyebut ke manusia atau orang lainnya dalam tindakan yang memiliki nilai positif. Manusia yang tidak memiliki moral disebut amoral artinya dia tidak bermoral dan tidak memiliki nilai positif di mata manusia lainnya. Sehingga moral adalah hal mutlak yang harus dimiliki oleh manusia. Moral secara ekplisit adalah hal-hal yang berhubungan dengan proses sosialisasi individu tanpa moral manusia tidak bisa melakukan proses sosialisasi. Moral dalam zaman sekarang memiliki nilai implisit karena banyak orang yang memiliki moral atau sikap amoral itu dari sudut pandang yang sempit. Moral itu sifat dasar yang diajarkan di sekolah-sekolah dan manusia harus memiliki moral jika ia ingin dihormati oleh sesamanya. Moral adalah nilai ke-absolutan dalam kehidupan bermasyarakat secara utuh. Penilaian terhadap moral diukur dari kebudayaan masyarakat setempat.Moral adalah perbuatan/tingkah laku/ucapan seseorang dalam ber interaksi dengan manusia. apabila yang dilakukan seseorang itu sesuai dengan nilai rasa yang berlaku di masyarakat tersebut dan dapat diterima serta menyenangkan lingkungan masyarakatnya, maka orang itu dinilai memiliki moral yang baik, begitu juga sebaliknya. Moral adalah produk dari budaya dan Agama. Setiap budaya memiliki standar moral yang berbeda-beda sesuai dengan sistem nilai yang berlaku dan telah terbangun sejak lama.

Ajaran moral memuat pandangan tentang nilai-nilai dan norma-norma moral yang terdapat di antara sekelompok manusia. Dengan nilai moral dimaksud suatu kebaikan manusia sebagaimana manusia. Norma moral adalah aturan tentang bagaimana harus hidup supaya menjadi baik sebagai manusia.

Perbedaan antara moral dan kebaikan pada umumnya ialah bahwa yang pertama merupakan kebaikan manusia, sedangkan yang kedua merupakan kebaikan manusia dilihat dari salah satu segi saja (misalnya sebagai dosen ataupun sebagai olahragawan). Maka norma-norma moral memiliki bobot yang istimewa kalau dibandingkan dengan norma-norma lainnya. Norma-norma mengukur tindakan seseorang dengan kebaikan sebagai manusia. Jadi, dengan kata lain dapat dinyatakan: Apakah orang itu baik?

Manakah sumber pelbagai moralitas yang terdapat dalam masyarakat? Moralitas dapat berasal dari suatu atau beberapa dari tiga sumber berikut: teradisi atau adat, agama, atau sebuah ideologi.


ETIKA DAN MORALITAS
Etika bukan sumber tambahan moralitas melainkan merupakan filsafat yang merefleksikan ajaran moral. Pemikiran filsafat mempunyai lima ciri khas bersifat rasional, kritis, dan berdasarkan sistematika dan normatif.

Rasional berarti medasarkan diri pada nalar, pada argumentasi untuk dipersoalkan tanpa kekecualiaan. Kritis bahwa filsafat ingin mengerti sebuah masalah sampai keakar-akarnya,
tidak puas dengan pengertian yang dangkal.

Sistem adalah ciri khas pemikiran ilmiah pemeriksaan, rasional, kritis dan mendasar, diadakan langkah demi langkah, secara teratur. Normatif berarti tidak sekedar melaporan pandangan-pandangan moral yang seharusnya. Maka dengan etika di sini dimaksudkan filsafat moral, atau pemikiran rasional, kritis dan sistematis tentang ajaran-ajaran moral. Etika mau mengerti mengapa kita harus mengikuti moralitas tertentu, atau bagaimana kita mengambil sikap yang bertanggung jawab berhadapan dengan berbagai moralitas.


FUNGSI ETIKA
Untuk tujuan apa etika itu diperlukan? Etika tidak langsung membuat kita menjadi manusia yang lebih baik, itu tugas ajaran moral, etika merupakan sarana untuk memperoleh orientasi kritis berhadapan dengan pelbagai moralitas yang membingungkan. Etika menimbulkan suatu ketrampilan intelektual, yaitu ketrampilan untuk berargumentasi secara rasional dan kritis.

Untuk apa manusia memerlukan orientasi etis itu? Untuk mengambil sikap yang wajar dalam suasana pluralisme moral yang merupakan ciri khas zaman kita sekarang. Ada tiga alasan mengapa pluralisme moral semakin mencolok, yaitu :
  1. Pandangan-pandangan moral yang berbeda-beda karena orang-rang dari suku, daerah budaya dan agama yang berbeda-beda hidup berdampingan dalam satu masyarakat dan negara.
  2. Modernisasi membawa perubahan besar dalam struktur kebutuhan dan nilai masyarakat yang akibatnya menantang pandangan-pandangan moral tradisional.
  3. Berbagai ideologi menawarkan diri sebagai penuntun kehidupan, masing-masing dengan ajarannya sendiri bagaimana manusia harus hidup.

Menurut Magnis Suseno etika adalah pemikiran sistemmatis tentang moralitas, dan yang dihasilkan secara langsung bukan kebaikan melainkan suatu pengertian yang lebih mendasar dan kritis F. Magnis Suseno menyatakan ada empat alasan yang melatarkan belakanginya
  1. Etika dapat membantu dalam mengali rasionalitas dan moralitas agama, seperti mengapa Tuhan memerintahkan ini bukan itu.
  2. Etika membantu dalam mengintterprestasikan ajaran agama yang saling bertentangan.
  3. Etika dapat membantu menerapkan ajaran moral agama terhadap masalah masalah baru dalam kehidupan manusia.
  4. Etika dapat membantu mengadakan diaolog antar agama karena etika mendasarkan pada rasionallitas bukan wahyu.


ETIKA DAN AGAMA
Apakah bukan agamalah yang paling tepat untuk memberikan orientasi moral itu? Memang, etika tidak dapat menggantikan agama. Orang yang percaya menemukan orientasi dasar kehidupan dalam agamnya. Akan tetapi agama sendiri memerlukan keterampilan etika agar dapat memberikan orientasi dan bukan sekedar indroktinasi (dari kata latin Indroctrinare: memasukkan suatu ajaran, adalah suatu cara mengajar dimana orang disuruh menelan saja apa yang diajarkan tanpa boleh berpikir sendiri). Hal ini dikarenakan empat alasan, yaitu :
  1. Orang mengharapkan agar ajaran agamnya rasional. Ia tidak puas mendengar bahwa Tuhan memerintahkan sesuatu, ia juga ingin mengerti mengapa Tuhan memerintahkannya. Etika dapat membantu dalam penggali rasionalitas moralitas agama.
  2. Seringkali ajaran moral yang termuat dalam wahyu mengijinkan interprestasi-interprestasi yang saling berbeda dan bahkan bertentangan.
  3. Bagaimana agama-agama harus bersikap terhadap masalah-masalah dalam wahyu mereka (misalnya masalah bayi tabung)? Etika dapat membantu untuk menerapkan ajaran moral agama itu pada masalah moral baru tersebut.
  4. Perbedaan antara etika dan ajaran moral agama ialah bahwa etika mendasarkan diri pada argumentasi rasional. Oleh karena itu ajaran moral agama hanya terbuka pada mereka yang mengakui wahyunya. Mengingat setiap agama mempunyai wahyunya sendiri, ajaran moral agama tidak memungkinkan sebuah dialog moral antar agama. Padahal dialog itu sangat penting dalam rangka pembangunan suatu masyarakat yang adil dan makmur. Etika karena tidak berdasarkan wahyu, melainkan semata-mata berdasarkan pertimbangan nalar yang terbuka bagi setiap orang dari semua agama dan pandangan dunia. Dengan demikian Etika dapat merintis kerjasama antar mereka dalam usaha pembangunan masyarakat.

Sebagian besar agama memiliki komponen etis, biasanya berasal dari wahyu supernatural yang diakui atau bimbingan. Menurut Simon Blackburn, "Bagi banyak orang, etika tidak hanya terikat dengan agama, tetapi benar-benar diselesaikan oleh itu. orang tersebut tidak perlu berpikir terlalu banyak tentang etika,. Karena ada kode otoritatif petunjuk, buku pegangan dari bagaimana untuk hidup."

Etika, yang merupakan cabang utama filsafat, meliputi perilaku yang benar dan hidup yang baik. Hal ini secara signifikan lebih luas daripada konsepsi umum menganalisa yang benar dan salah. Aspek utama dari etika adalah "kehidupan yang baik", hidup layak atau kehidupan yang cukup memuaskan, yang dipegang oleh banyak filsuf dan menjadi lebih penting daripada perilaku moral tradisional.

Beberapa orang menyatakan bahwa agama diperlukan untuk hidup secara etis. Blackburn menyatakan bahwa, ada orang-orang yang "akan mengatakan bahwa kita hanya dapat berkembang di bawah payung suatu tatanan sosial yang kuat, disemen oleh kepatuhan umum untuk tradisi agama tertentu".


ETIKA DAN ILMU-ILMU SOSIAL
Perbedaan antara etika dan ilmu-ilmu sosial terletak dalam metode yang dipakai berhadapan dengan moralitas. Ilmu-ilmu sosial terutama anthropology budaya, sosiologi dan psikologi, menganalisis moralitas pelbagai kelompok dan masyarakat.

Perbedaan antara norma-norma moral mereka; Fungsi pandangan moral-noral dalam kehidupan masyarakat; Hubungan antara perubahan-perubahan dalam masyarakat dan pandangan
moral; Hubungan antara pandangan moral dan kepentingan golongan; Hubungan antara sikap moral seseorang dengan struktur kejiwaannya, dengan kepercayaan penerimaan diri sendiri, hubungan antara moralitas dan perangkat instinctual manusia. Dengan demikian ilmu-ilmu itu menghasilkan pengertian mendalam tentang seluk beluk masalah moralitas. Pendekatan ini disebut deskriptif (dari kata Latin Describere, menggambarkan), karena menggambarkan moralitas dalam masyarakat sebanyak mungkin.

Sedangkan etika mempertanyakan tepat tidaknya berbagai ajaran moral secara kritis. Perbedaan ini disebut normative (dari kata latin norma, ukuran) karena mempersoalkan moralitas yang seharusnya.


PENGANTAR ETIKA SOSIAL
Dalam pengantar ini dibahas tempat etika sosial dalam etika, bagian-bagian pokok etika sosial dan untuk apa etika sosial dikembangkan. Di bawah ini akan diuraikan Sistimatika Etika secara lebih rinci lagi.

Sebagaimana terlihat dari sub tema di bawah, etika dibagi ke dalam etika umum dan etika khusus. Etika umum membahas prinsip-prinsip moral dasar. Sedangkan Etika khusus menerapkan prinsip-prinsip dasar itu pada masing-masing bidang kehidupan manusia. Pertanyaan dasar etika khusus adalah: bagaimana saya harus bertindak dalam bidang yang bersangkutan atau bagaimana bidang ini perlu ditata agar menunjang kbaikan manusia sebagai manusia?

Etika khusus dibagi menjadi etika individual membuat kewajiban manusia terhadap diri sendiri dan etika sosial, yang merupakan bagian terbesar dari etika khusus. Etika sosial membicarakan tentang kewajiban manusia sebagai anggota umat manusia. Perlu diperhaatikan bahwa etika individual dan etika sosial tidak dapat dipisahkan satu sama lain dengan tajam, karaena kewajiban manusia terhadap diri sendiri dan sebagi anggota umat manusia saling berkaitan.


TINJAUAN ETIKA SOSIAL
Etika sosial menyangkut hubungan manusia dengan manusia baik secara langsung maupun dalam bentuk kelembagaan (keluarga, masyarakat, Negara), sikap kritis terhadap pandangan-pandangan dunia dan ideologi-ideologi maupun tanggung jawab umat manusia terhadap lingkungan hidup. Oleh karena waktu yang tersedia untuk etika sosial terbatas, pembahasan dibatasi pada bidang-bidang yang sekaran ini paling aktual.


FUNGSI ETIKA SOSIAL
Etika sosial mau membuat kita menjadi sadar akan tanggung jawab kita sebagai manusia dalam kehidupan bersama menurut dimensinya seperti disebut diatas.

Sikap kita dalam semua dimensi itu tidak boleh hanya ditentukan oleh pertimbangan untung rugi diri sendiri, oleh keperluan masyarakat terhadap pembangunann, oleh kebanggan nasional, oleh keinginan untuk memenangkan kelompok sendiri, oleh dogma-dogma ideology, melainkan harus ditentukan sesuai dengan maratabat dan tanggung jawab manusia sebagai manusia.

Apa yang dimaksud dengan itu dan bagaimana tuntutan itu diterjemahkan kedalam prinsip-prinsip moral adalah tugas Etika Sosial.

Pada dasarnya etika sosial membicarakan tentang kewajiban manusia sebagai anggota umat manusia. Etika sosial menyangkut hubungan manusia dengan manusia, baik secara langsung maupun dalam bentuk kelembagaan (keluarga, masyarakat, negara), sikap kritis terhadap pandangan-pandangan dunia dan ideologi-ideologi maupun tanggung jawab manusia terhadap lingkungan hidup (Magnis-Suseno, dkk, 1981:8).

Sedikitnya, ada dua masalah yang timbul dalam etika sosial (Zubair, 1990:105). Pertama, tujuan etika itu memberitahukan bagaimana kita dapat menolong manusia dalam kebutuhannya yang riil dengan cara yang susila dapat dipertanggungjawabkan. Guna mencapai tujuan ini, seorang etikus sosial tidak hanya harus tahu norma-norma susila yang berlaku, melainkan ia harus tahu pula kebutuhan tersebut tadi, dan sebab-sebab timbulnya kebutuhan itu.

Masalah kedua, dalam etika sosial lebih mudah timbul beragam pandangan dibandingkan etika individual. Norma-norma harus selalu diterapkan pada keadaan yang konkret, setiap norma menjelmakan kewajiban. Kewajiban yang paling umum itu melakukan kebaikan.

Dalam kenyataan terbukti bahwa tidak hanya ada satu kewaji­ban, melainkan pelbagai kewajiban. Sebabnya, di dunia ini tidak hanya satu, tetapi ada beragam norma. Wajib yang beragam itu tidak terlepas satu sama lain, tetapi bersatu dan berkaitan dan membentuk sistem hirarki norma. Inilah yang dicoba untuk memecah­kan persoalan apabila ada benturan norma atau benturan kewajiban. Pengetahuan dan kesadaran terhadap hirarki mana yang lebih tinggi sangat diperlukan dalam rangka ini.

Dalam kehidupannya, secara pribadi dan sosial, manusia memerlukan sejumlah tujuan yang nonmaterial. Setiap sistem kema­syarakatan memerlukan sejumlah tujuan yang jamak di antara para individunya, yang tanpa itu kehidupan sosial, dalam pengertian yang sebenarnya, tidak akan mungkin. Karena, kehidupan sosial berarti kerjasama dan usaha mencapai tujuan-tujuan bersama, baik material maupun spiritual.

Tujuan bersama dari sebagian manusia mungkin adalah materi­al, seperti perusahaan-perusahaan dagang dan industri, yang dibentuk oleh sejumlah orang yang menyediakan modal, dan yang lainnya menyediakan tenaga kerja.

Namun, menurut Mutahhari (1987:66), masyarakat manusia tidak dapat dikelola seperti sebuah perusahaan, karena basisnya sangat berbeda dengan perusahaan dagang. Sementara orang lain seperti Bertrand Russell, dalam pandangan Mutahhari, menganggap basis etika sosial hanyalah suatu kepentingan individual. Mereka meman­dang etika sosial sebagai semacam kontrak antarindividu, yang mereka junjung tinggi sebagai alat yang paling baik untuk melin­dungi kepentingan mereka.

Untuk menggambarkan maksudnya, lanjut Mutahhari, Russell memberikan contoh seperti berikut. Ia berkata: "Saya ingin memi­liki sapi milik tetangga saya, tetapi saya tahu bahwa bila saya melakukannya, ia akan merampas milik saya, dan tetangga lain pun mungkin akan berbuat demikian. Jadi, saya bukannya mendapat keuntungan, tetapi malahan menderita kerugian. Maka saya pikir, lebih baik saya menghormati hak miliknya, dan membiarkannya tetap memiliki sapinya, supaya saya pun dapat tetap memiliki kepunyaan saya.

"Russell percaya bahwa basis etika sosial adalah penghormatan terhadap hak-hak individual. Kita, ujar Mutahhari, dapat mengata­kan bahwa perampok pun mempunyai hubungan semacam itu, ketika bersepakat untuk merampok dan memaksakan suatu jenis keadilan di antara sesama mereka, karena mereka tidak dapat bertindak sen­diri-sendiri. Itulah filsafatnya. Motonya humanitarian, cinta kasih kepada sesama makhluk. Tetapi filsafatnya berlawanan dengan itu. Dengan memandang kepentingan diri sendiri sebagai basis etika sosial, kita akan menganggap seorang individu terpaksa bekerja sama dengan orang-orang lain, karena ia takut akan reaksi orang lain itu, apabila mereka mempunyai kekuasaan dan kekuatan yang serupa. Tetapi, apabila seseorang mencapai suatu tahap di mana ia yakin bahwa orang-orang lain terlalu lemah untuk dapat menyakitinya, maka tidak akan ada perlunya memenuhi prinsip-prinsip moral itu. Demikian kata Murthada Mutahhari. selanjutnya, pembahasan mengeni etika sosial ini dibatasi pada bidang-bidang yang, menurut Magnis-suseno, dkk (1991:8), sekarang ini paling aktual. Bidang-bidang yang dimaksud, melipu­ti: sikap terhadap sesama, etika keluarga, etika profesi, etika politik, etika lingkungan hidup, dan kritik ideologi-ideologi. Pembahasan keenam bidang tersebut berikut ini hanyalah sebagai pengenalan singkat, yang untuk selanjutnya diperlukan pembahasan tersendiri secara lebih komprehensif.


ETIKA KEPEGAWAIAN
Masyarakat kantor merupakan kelompok pegawai/karyawan yang masing-masing melakukan pekerjaan dalam suatu sistem kerja. Tiap pegawai menduduki jabatan tertentu. Jabatan diterima
akibat diberikan wewenang yang menimbulkan tanggung jawab hingga mengakibatkan keharusan menjalankan kewajiban. Untuk melaksanakan kewajiban tersebut pegawai harus melaksanakan pekerjaan melalui penyelesaian tugas secara teratur, terarah dan terencana.

Hak dan kewajiban antara pegawai dan majikan atau pimpinan menerapkan tingkah laku dalam pekerjaan sehingga menimbulkan peningkatan moral, semangat kerja, yang akhirnya akan berakibat peningkatan produksi, keuntungan dan akhirnya membawa kesejahteraan masyarakat kantor tersebut.

Ikatan kerja antara pegawai dan majikan atau badan usaha terjadi ketika kedua belah pihak menyetujui syarat-syarat kerja. Hubungan kerja kedua belah pihak dilukiskan dalam wujud surat perjanjian kontrak kerja. Dahulu kala perjanjian terjadi karena terpaksa. Ingat aakan istilah kuli kontrak, kerja rodi dan romusa pada masa penjajahan Hindia Belanda dan Jepang. Kini ikatan
kerja yang diwujudkan dalam perjanjian kerja antara majikan dan pegawai/karyawan atau buruh bersifat bebas, memilki persamaan hak sebagai manusia yang sama derajat kemanusiaan.

Dengan ditandatangani ikatan kerja, pegawai mulai memasuki lingkungan masyarakat kerja atau masyarakat lain. Dan dengan demikian, maka seluruh tata aturan, kebiasaan adat istiadat kantor
harus dikuti. Dalam ikatan kerja tersebut dilukiskan hak dan kewajiban, pekerjaan dan tugas yang harus dilaksanakan serta wewenang dan tanggung jawab harus dipangkunya.

Tiga masalah pokok yang terjadi di dalam masyarakat kantor meliputi masalah pemilihan pegawai, pelaksanaan ikatan kerja. Semenjak seseorang dipilih menjadi pegawai setelah memenuhi syarat-syarat ditetapkan oleh majikan atau badan usaha dan diterima sebagai pegawai maka sejak itu telah terjadi ikatan kerja antara majikan dan pegawai. Ikatan kerja dikukuhkan menjadi perjanjian yang berisi antara lain pegawai/buruh meningkatkan diri bekerja juga meningkatkan diri pula untuk memberi imbalan yang layak sesuai dengan peraturan.

Timbulnya hak dan kewajiban majikan dan pegawai setelah terjadi ikatan kerja berakibat timbulnya perlu prilaku dan sikap dalam bentuk melakukan pekerjaan, tugas secara teratur antara majikan dan buruh. Ini pula menimbulkan perilaku etika, dan agar kedua belah pihak saling melaksanakan etika masyarakat kantor sebaik-baiknya dicantumkan diharuskan bersikap dengan baik dan dirumuskan dalam moral etika kepegawai yang akan menjadi dasar tingkah laku etika.

Etika dan Kepribadian


PENGERTIAN KEPRIBADIAN
Dalam bahasa Inggris istilah kepribadian adalah personality. Istilah ini berasal dari kata bahasa latin persona, yang berarti topeng, perlengkapan yang selalu dipakai dalam pentas drama Yunani kuno. Istilah ini kemudian diadopsi oleh orang-orang Roma dan mendapatkan konotasi baru “sebagaimana seseorang nampak dihadapan orang lain”. Konotasi seperti ini seolah-olah menunjukkan bahwa kepribadian bukanlah diri orang tersebut yang sebenarnya. Sebagai suatu bidang studi empiris, konotasi itu sudah banyak berubah.

Para psikologi dan filsafat nampaknya mulai sepakat, bahwa manifestasi kepribadian dapat dilihat dari :
  1. Kenyataan yang bersifat biologis
  2. Kenyataan pisikologi
  3. Kenyataan sosial

Ketiga kenyataan ini mengubah menjadi satu kesatuan yang disebut kepribadian.

Kepribadian adalah keseluruhan cara seorang individu bereaksi dan berinteraksi dengan individu lain. Kepribadian paling sering dideskripsikan dalam istilah sifat yang bisa diukur yang ditunjukkan oleh seseorang.

Disamping itu kepribadian sering diartikan sebagai ciri-ciri yang menonjol pada diri individu, seperti kepada orang yang pemalu dikenakan atribut “berkepribadian pemalu”. Kepada orang supel diberikan atribut “berkepribadian supel” dan kepada orang yang plin-plan, pengecut, dan semacamnya diberikan atribut “tidak punya kepribadian”

Berdasarkan psikologi, Gordon Allport menyatakan bahwa kepribadian sebagai suatu organisasi (berbagai aspek psikis dan fisik) yang merupakan suatu struktur dan sekaligus proses. Jadi, kepribadian merupakan sesuatu yang dapat berubah. Secara eksplisit Allport menyebutkan, kepribadian secara teratur tumbuh dan mengalami perubahan.


CIRI-CIRI KEPRIBADIAN
Para ahli tampaknya masih sangat beragam dalam memberikan rumusan tentang kepribadian. Dalam suatu penelitian kepustakaan yang dilakukan oleh Gordon W. Allport (Calvin S. Hall dan Gardner Lindzey, 2005) menemukan hampir 50 definisi tentang kepribadian yang berbeda-beda. Berangkat dari studi yang dilakukannya, akhirnya dia menemukan satu rumusan tentang kepribadian yang dianggap lebih lengkap. Menurut pendapat dia bahwa kepribadian adalah organisasi dinamis dalam diri individu sebagai sistem psiko-fisik yang menentukan caranya yang unik dalam menyesuaikan diri terhadap lingkungannya. Kata kunci dari pengertian kepribadian adalah penyesuaian diri. Scheneider (1964) mengartikan penyesuaian diri sebagai “suatu proses respons individu baik yang bersifat behavioral maupun mental dalam upaya mengatasi kebutuhan-kebutuhan dari dalam diri, ketegangan emosional, frustrasi dan konflik, serta memelihara keseimbangan antara pemenuhan kebutuhan tersebut dengan tuntutan (norma) lingkungan.

Sedangkan yang dimaksud dengan unik bahwa kualitas perilaku itu khas sehingga dapat dibedakan antara individu satu dengan individu lainnya. Keunikannya itu didukung oleh keadaan struktur psiko-fisiknya, misalnya konstitusi dan kondisi fisik, tampang, hormon, segi kognitif dan afektifnya yang saling berhubungan dan berpengaruh, sehingga menentukan kualitas tindakan atau perilaku individu yang bersangkutan dalam berinteraksi dengan lingkungannya.

Untuk menjelaskan tentang kepribadian individu, terdapat beberapa teori kepribadian yang sudah banyak dikenal, diantaranya : teori Psikoanalisa dari Sigmund Freud, teori Analitik dari Carl Gustav Jung, teori Sosial Psikologis dari Adler, Fromm, Horney dan Sullivan, teori Personologi dari Murray, teori Medan dari Kurt Lewin, teori Psikologi Individual dari Allport, teori Stimulus-Respons dari Throndike, Hull, Watson, teori The Self dari Carl Rogers dan sebagainya. Sementara itu, Abin Syamsuddin (2003) mengemukakan tentang aspek-aspek kepribadian, yang di dalamnya mencakup :
  1. Karakter yaitu konsekuen tidaknya dalam mematuhi etika perilaku, konsiten tidaknya dalam memegang pendirian atau pendapat.
  2. Temperamen yaitu disposisi reaktif seorang, atau cepat lambatnya mereaksi terhadap rangsangan-rangsangan yang datang dari lingkungan.
  3. Sikap; sambutan terhadap objek yang bersifat positif, negatif atau ambivalen.
  4. Stabilitas emosi yaitu kadar kestabilan reaksi emosional terhadap rangsangan dari lingkungan. Seperti mudah tidaknya tersinggung, marah, sedih, atau putus asa
  5. Responsibilitas (tanggung jawab) adalah kesiapan untuk menerima risiko dari tindakan  atau perbuatan yang dilakukan. Seperti mau menerima risiko secara wajar, cuci tangan, atau melarikan diri dari risiko yang dihadapi.
  6. Sosiabilitas yaitu disposisi pribadi yang berkaitan dengan hubungan interpersonal. Seperti : sifat pribadi yang terbuka atau tertutup dan kemampuan berkomunikasi dengan orang lain.

Setiap individu memiliki ciri-ciri kepribadian tersendiri, mulai dari yang menunjukkan kepribadian yang sehat atau justru yang tidak sehat. Dalam hal ini, Elizabeth (Syamsu Yusuf, 2003) mengemukakan ciri-ciri kepribadian yang sehat dan tidak sehat, sebagai berikut :

Kepribadian yang sehat
  1. Mampu menilai diri sendiri secara realisitik; mampu menilai diri apa adanya tentang kelebihan dan kekurangannya, secara fisik, pengetahuan, keterampilan dan sebagainya.
  2. Mampu menilai situasi secara realistik; dapat menghadapi situasi atau kondisi kehidupan yang dialaminya secara realistik dan mau menerima secara wajar, tidak mengharapkan kondisi kehidupan itu sebagai sesuatu yang sempurna.
  3. Mampu menilai prestasi yang diperoleh secara realistik; dapat menilai keberhasilan yang diperolehnya dan meraksinya secara rasional, tidak menjadi sombong, angkuh atau mengalami superiority complex, apabila memperoleh prestasi yang tinggi atau kesuksesan hidup. Jika mengalami kegagalan, dia tidak mereaksinya dengan frustrasi, tetapi dengan sikap optimistik.
  4. Menerima tanggung jawab; dia mempunyai keyakinan terhadap kemampuannya untuk mengatasi masalah-masalah kehidupan yang dihadapinya.
  5. Kemandirian; memiliki sifat mandiri dalam cara berfikir, dan bertindak, mampu mengambil keputusan, mengarahkan dan mengembangkan diri serta menyesuaikan diri dengan norma yang berlaku di lingkungannya.
  6. Dapat mengontrol emosi; merasa nyaman dengan emosinya, dapat menghadapi situasi frustrasi, depresi, atau stress secara positif atau konstruktif , tidak destruktif (merusak)
  7. Berorientasi tujuan; dapat merumuskan tujuan-tujuan dalam setiap aktivitas dan kehidupannya berdasarkan pertimbangan secara matang (rasional), tidak atas dasar paksaan dari luar, dan berupaya mencapai tujuan dengan cara mengembangkan kepribadian (wawasan), pengetahuan dan keterampilan.
  8. Berorientasi keluar (ekstrovert); bersifat respek, empati terhadap orang lain, memiliki kepedulian terhadap situasi atau masalah-masalah lingkungannya dan bersifat fleksibel dalam berfikir, menghargai dan menilai orang lain seperti dirinya, merasa nyaman dan terbuka terhadap orang lain, tidak membiarkan dirinya dimanfaatkan untuk menjadi korban orang lain dan mengorbankan orang lain, karena kekecewaan dirinya.
  9. Penerimaan sosial; mau berpartsipasi aktif dalam kegiatan sosial dan memiliki sikap bersahabat dalam berhubungan dengan orang lain.
  10. Memiliki filsafat hidup; mengarahkan hidupnya berdasarkan filsafat hidup yang berakar dari keyakinan agama yang dianutnya.
  11. Berbahagia; situasi kehidupannya diwarnai kebahagiaan, yang didukung oleh faktor-faktor achievement (prestasi), acceptance (penerimaan), dan affection (kasih sayang).

Kepribadian yang tidak sehat
  1. Mudah marah (tersinggung)
  2. Menunjukkan kekhawatiran dan kecemasan
  3. Sering merasa tertekan (stress atau depresi)
  4. Bersikap kejam atau senang mengganggu orang lain yang usianya lebih muda atau terhadap binatang
  5. Ketidakmampuan untuk menghindar dari perilaku menyimpang meskipun sudah diperingati atau dihukum
  6. Kebiasaan berbohong
  7. Hiperaktif
  8. Bersikap memusuhi semua bentuk otoritas
  9. Senang mengkritik/mencemooh orang lain
  10. Sulit tidur
  11. Kurang memiliki rasa tanggung jawab
  12. Sering mengalami pusing kepala (meskipun penyebabnya bukan faktor yang bersifat organis)
  13. Kurang memiliki kesadaran untuk mentaati ajaran agama
  14. Pesimis dalam menghadapi kehidupan
  15. Kurang bergairah (bermuram durja) dalam menjalani kehidupan


Sumber :
     1.  Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia 2013
     2.  Wikipedia
     3.  Dihimpun dari berbagai sumber

DAPATKAN ARTIKEL TERBARU DARI BLOG INI VIA EMAIL...GRATIS...!!!

0 Response to "Etika dan Kepribadian"

Posting Komentar